“Persahabatan bagai kepompong, mengubah ulat
menjadi kupu-kupu”. Begitu kuatnya arti persahabatan hingga mampu mengubah hal
yang tak mudah menjadi lebih indah. Sebagai makhluk sosial, tentunya kita bisa
menjalin persahabatan dengan siapa saja, tak terkecuali dengan lawan jenis.
Sejak
dulu saya banyak memiliki sahabat pria. Berteman akrab dengan mereka memiliki
nuansa berbeda. Mereka bisa menjadi teman curhat yang menyenangkan ketimbang
dengan rekan wanita. Bukan berarti saya tidak nyaman bersahabat dengan rekan
wanita. Boleh dibilang saya hanya sedikit sekali memiliki sahabat wanita,
bahkan bisa dihitung dengan jari. Saya juga yakin banyak pula pria yang merasa
nyaman memiliki sahabat wanita, baik itu di kantor ataupun dalam lingkungan
pergaulan mereka sehari-hari.
Alasan
terbesar memilih rekan pria sebagai sahabat, mereka bisa menjaga segala cerita
sahabatnya. Intinya mereka bisa dipercaya. Selain itu mereka juga seorang
pendengar yang baik dan pemberi solusi paling oke dan masuk akal. Bukan berarti
saya tidak percaya kepada rekan wanita, hanya saja sama-sama kita tahu pada
dasarnya wanita adalah makhluk Tuhan yang unik dan paling hobi bergosip. Saya
bicara seperti ini karena saya adalah seorang wanita dan terkadang tanpa
disadari juga melakukan hal yang sama.
Namun
di balik rasa nyaman bergaul dan bersahabat dengan lawan jenis ini, ternyata
kita harus siap pula menghadapi konsekwensi lain yang mungkin akan berkembang
lebih jauh. Bukan tidak mungkin sahabat kita ini ternyata memiliki perasaan
lain, lebih dari sekedar bersahabat. Karena salah satu penyebab rusaknya
hubungan percintaan adalah dengan hadirnya sahabat lawan jenis yang dinilai
sebagai orang ketiga sehingga menimbulkan kecemburuan bagi pasangannya.
Pengalaman
tak terlupakan bagi saya memiliki sahabat pria. Sahabat saya ini (Raka)
berprofesi sebagai aparat hukum. Memiliki sahabat sepertinya memiliki kesan
tersendiri. Orangnya sangat baik, jujur dan perhatian. Kemanapun saya pergi,
Raka selalu setia menemani. Raka pun selalu ada untuk saya terutama saat saya
berkeluh kesah tentang hubungan cinta saya dengan kekasih saya dulu (sebut saja
Mr. Y) yang juga menjadi sahabat Raka. Raka pun telah memiliki kekasih. Setiap
terjadi konflik dengan Mr. Y, orang pertama yang saya cari untuk menumpahkan
kekesalan, kesedihan dan uneg-uneg adalah Raka.
Tanpa
disadari kedekatan saya dengan Raka seolah tanpa batas. Dalam setiap
kesempatan, Raka selalu ada untuk saya. Namun justru di situlah awal mula
kehancuran hubungan cinta saya dengan Mr. Y. Kekasih saya ini begitu
mencemburui sahabatnya sendiri. Padahal di benak saya, tak sedikitpun terbersit
perasaan berlebih kepada Raka. Kecemburuan yang tak beralasan menjadi pemicu
perpisahan kami.
Hal
tak terduga terjadi pasca putus cinta. Perilaku Raka berubah. Entah kebetulan
atau tidak hubungan cinta Raka juga kandas. Dengan serius Raka meminta saya
untuk bisa menerimanya, bukan sebagai kekasih, melainkan sebagai suami. Astaga!
Ide gila apa yang ada di otak Raka. Raka bermaksud membawa ayahnya menemui
bunda saya untuk melamar saya! Alamaakk.. speechless! Saya tak memberi jawaban
apapun kepada Raka.
Sejak
pernyataan Raka itu, hubungan saya dan Raka menjadi jauh. Kami selalu salah
tingkah setiap kali bertemu. Persahabatan kami tak lagi indah seperti dulu.
Belakangan baru saya tahu bahwa selama ini Raka memang menyimpan rasa. Hanya
saja ia kalah cepat dari Mr. Y. Pada akhirnya, tak satupun dari mereka yang
saya pilih. Karena ternyata persahabatan itu akan terasa lebih indah tanpa ada
bumbu-bumbu romantika di dalamnya.
Tapi
itu dulu! Untuk kondisi saat ini tentu berbeda. Setelah menikah, saya lebih
berhati-hati dalam berteman dengan pria mengingat status hubungan dan juga demi
menjaga perasaan pasangan. Tentunya sudah tidak tepat lagi bila memiliki
sahabat pria. Bersahabat dengan lawan jenis dalam kondisi sama-sama telah
memiliki pasangan, mungkinkah terjalin tanpa rasa cinta? Dengan jujur saya
katakan, bahwa kemungkinan itu sangat kecil sekali. Karena kita tidak menutup
mata bahwa orang terdekat dengan kita ini adalah lawan jenis yang kerapkali ada
ketika kita butuhkan. Diakui atau tidak, menjalin hubungan persahabatan dengan
lawan jenis akan terbangun dengan manis ketika keduanya merasakan kenyamanan
karena saling bertukar kisah (curhat) atau saling memberi masukan satu sama
lain.
Artinya,
terlepas dari apapun alasannya, tak jarang persahabatan dengan lawan jenis bisa
dinilai lain oleh masyarakat. Bukan tidak mungkin karena saking dekatnya
bersahabat dengan lawan jenis dan dengan intensifnya bertemu, tak jarang
pasangan sahabat ini justru dikira pasangan kekasih. Bagaimana bila penilaian
ini terlontar dari pacar atau pasangan hidup resmi, istri atau suami? Bila hal
tersebut terjadi, persahabatan itu justru akan memicu konflik yang akan mengarah
pada perpisahan atau perceraian.
Tentu
bisa kita bayangkan, kondisi seperti itu seolah kita memiliki tempat setia
menjaga dan menampung semua cerita. Tak hanya sekedar tempat berkeluh kesah
atau adu argumentasi, sahabat adalah orang yang paling jujur. Ia tak
canggung-canggung untuk menegur anda ketika anda melakukan kesalahan atau hal
yang tidak semestinya.
Persahabatan
dengan lawan jenis akan menjadi ancaman bila pacar atau pasangan resmi sahabat
anda tidak memahami dengan baik bentuk persahabatan yang terjalin. Kemungkinan
timbul prasangka pasangan terhadap hubungan persahabatan anda. Dan itu akan
menghambat kemesraan bersama pasangan karena sahabat anda ini diduga telah
memasuki area hubungan pribadi anda. Sahabat anda bisa dikatakan menjadi orang
ketiga dalam hubungan anda karena pasangan anda merasa di nomor-duakan.
Siapapun orangnya takkan rela bila pasangannya justru lebih dekat dengan
sahabatnya dibandingkan dengan pasangannya sendiri.
Terkadang
dilema seperti itu kerapkali kita hadapi. Ketika pasangan kita meminta agar
kita tidak lagi bersahabat atau akrab dengan sahabat lawan jenis, padahal kita
telah mengenal sahabat kita jauh sebelum kita mengenal pasangan. Ini kenyataan
yang harus dihadapi. Tentunya pilihan akan jatuh pada pasangan kita. Demi menjaga
perasaannya, hubungan persahabatan pun perlahan-lahan akan terurai dan menjauh.
Namun
kita bisa menilai jalinan persahabatan itu terasa “berbeda” ketika sahabat kita
mulai menunjukan gelagat yang tidak biasa. Ketahuilah, jika seseorang yang
mempunyai perasaan “lebih” dari sekedar sahabat, akan terlihat dari
perilakunya, cara ia memandang, sikapnya yang lebih terjaga bahkan terkadang
salah tingkah. Perilaku demikian bisa mengarah bahwa dirinya mengharapkan
persahabatan itu lebih dari sekedar persahabatan. Karena cinta tersirat bukan
tersurat.
Seorang
psikolog, Bondan Seno Prasetyadi, menanggapi sebuah pertanyaan, ketika kita
memiliki sahabat lawan jenis apakah tidak menutup kemungkinan terjadinya
perkembangan hubungan ke arah lebih lanjut menjadi kekasih? Bondan mengatakan
bahwa hal tersebut bisa saja terjadi. Sebelum memutuskan menjadi sahabat atau
pasangan, sebaiknya ketahui dulu arah hubungan yang akan dibina. Maknai
terlebih dahulu nilai persahabatan anda dan pikirkan baik-baik apakah dia lebih
baik tetap menjadi sahabat atau kekasih.
Menurut
Bondan, sebaiknya kita bisa membedakan sifat persahabatan, yaitu persahabatan
yang sifatnya intimacy (dalam) dengan persahabatan
yang intim (beda jenis). Artinya, permasalahan besar sampai kecil dapat
diketahui karena adanya sharing (curhat). Namun ada pula yang sebatas kepentingan, karena hanya
memiliki persamaan hobi atau profesi. Berubahnya status persahabatan di antara
pria dan wanita karena adanya perasaan secure (nyaman) yang merupakan komponen kebutuhan afeksi (perasaan).
Perasaan
nyaman secara emosional baik itu karena adanya rasa diperhatikan, disayangi dan
hal-hal kecil yang tidak diperoleh dari orang lain akan meluluhkan hati
seseorang untuk mengubah pertemanan menjadi kekasih. Selain itu, dari segi
logika pun merasa nyambung. Artinya, dapat berkomunikasi dan berdiskusi dengan
lancar. Berubahnya perasaan dari kedua lawan jenis itu bila ditelaah dari segi
psikologis merupakan hal yang manusiawi. Sebab, setiap orang dapat tertarik
dengan lawan jenisnya berdasarkan kebutuhan afeksi dan logisnya.
Sebaiknya,
sebelum anda melakukan kesalahan dalam memilih kekasih atau sahabat, pikirkan
matang-matang kebutuhan afeksi dan logikanya, manakah yang lebih dominan.
Karena banyak kasus yang membuktikan bahwa seorang sahabat bisa jauh lebih baik
untuk tetap menjadi sahabat daripada kekasih. Perubahan dari sahabat menjadi
kekasih justru akan merusak banyak hal. Entah karena perubahan sikap atau
karena pengaruh orang-orang sekitar. Namun tidak jarang persahabatan tanpa romantika
akan terasa jauh lebih indah, bermutu, dan lebih langgeng.
Bagaimana
bentuk persahabatan anda saat ini? Apakah anda sudah melihat “sesuatu” pada
diri sahabat anda. Persahabatan baik di dunia nyata ataupun dunia maya
sama-sama memiliki resiko. Bila sudah berurusan dan bermain dengan hati, maka
persahabatan itu tak lagi murni. Bersiaplah dengan segala konsekwensinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar