Anre Gurutta H.
A. R. Ambo Dalle
Panritta Yang Menembus zaman..’!
Perlu
kita tahu.. sejarah Panrita Gurutta … yang ketika saya membacanya member saya
motivasi dalam menjalani hidup..
Gurutta dilahirkan dari keluarga bangsawan yang masih
kental, sekitar tahun 1900 M, di Desa UjungE Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten
Wajo, sekitar 7 km sebelah utara Sengkang? Ayahnya bernama Andi Ngati Daeng
Patobo dan ibunya bernama Andi Candara Dewi.
Kedua orang tua beliau memberi nama Ambo Dale?
Ambo berati bapak dan Dalle berarti
rezeki. Diharapkan anak itu kelak hidup dengan limpahan rezeki yang cukup.
Adapun nama Abd. Rahman diberikan oleh seorang ulama bernama K.H. Muhammad
Ishak, pada saat usia beliau 7 tahun dan sudah dapat menghapal Al Qur’an.
(Majalah Amanah No. 61 hal. 2)
Sebagai anak tunggal dari pasangan bangsawan Wajo itu, Gurutta tidak
dibiarkan menjadi bocah yang manja. Sejak dini beliau telah ditempa dengan jiwa
kemandirian dan kedisiplinan, khususnya dalam masalah agama. Awalnya, Ambo
Dalle belia diserahkan pada seorang bibinya untuk belajar mengaji selama 15
hari dan setelah itu ibunya mengambil alih untuk menggemblengnya setiap hari.
Kasih sayang ibu yang sangat dalam kepada anaknya tidak lain karena
kekhawatiran yang amat sangat kalau sang putra semata wayang ini mendapat
pengaruh yang buruk dari anak sebayanya.
Latar Belakang Gurutta..!
Gurutta memulai debut pendidikannya di Volk School (Sekolah Rakyat)
sedangkan sore hari dan malamnya beliau pergunakan untuk belajar mengaji,
sehingga waktunya tidak terlalu banyak untuk bermain di luar rumah?
Selanjutnya, beliau meneruskan pengajiannya dengan belajar tajwid, nahwu
sharaf dan menghapal Alquran pada seorang ulama bernama KH? Muhammad Ishak.
Walaupun waktunya banyak untuk belajar, namun sisa-sisa waktu yang ada beliau
pergunakan untuk bermain bola yang menjadi kegemaranya. Gurutta adalah pemain
handal yang bisa menggiring bola dengan berlari kencang sehingga digelari “Si
Rusa” (Majalah Gatra, Edisi Februari 1996).
Gurutta tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu Alquran seperti tajwid, qiraat
tujuh, nahwu sharaf, tafsir, dan fikhi, tetapi beliau pun mengikuti kursus
bahasa Belanda di HIS? Pernah pula belajar di Sekolah Guru yang diselenggarakan
Syarikat Islam (SI) di Makassar.
Peluang untuk menuntut ilmu semakin terbuka tatkala telah banyak ulama asal
Wajo yang kembali dari Mekkah setelah belajar di sana? Diantaranya Sayid Ali Al
Ahdal, Haji Syamsuddin, Haji Ambo Omme, yang bermaksud membuka pengajian di
negeri sendiri, seperti tafsir, fikhi, dan nahwu sharaf. Sementara itu,
pemerintah Kerajaan Wajo (Arung Matoa) bersama Arung Ennengnge (Arung Lili),
sangat senang menerima tamu ulama. Karena itu, lingkungan kerajaan tempat
beliau dibesarkan sering kedatangan ulama dari Mekkah. Diantara ulama itu
adalah Syekh Muhammad Al-Jawad, Sayid Abdullah Dahlan dan Sayid Hasan Al-Yamani
(Kakek Dr. Zaki Yamani, mantan menteri perminyakan Arab Saudi).
Pada masa itu mempelajari agama dilakukan dengan cara sorogan (sistem duduk
bersila); guru membacakan kitab, murid mendengar dan menyimak pembicaraan guru?
Keberhasilan belajar tergantung pada kecerdasan murid dalam menangkap
pembicaraan sang guru. Pada tahun 1928, ketika H. Muhammad As’ad bin Abdul
Rasyid Al-Bugisy, seorang ulama Bugis Wajo yang lahir dan menetap di Mekkah
pulang kembali ke negeri leluhurnya, Gurutta tak menyia-nyiakan kesempatan emas
itu sehingga beliau berangkat ke Sengkang untuk menimba ilmu dari guru besar
tersebut.
Agaknya, nasib baik mengguratkan garisnya pada diri Gurutta? Dengan
kelengkapan bekal (fisik dan mental) yang matang, diantaranya Alquran yang
telah dihafalnya sejak umur 7 tahun, ditambah pengetahuan lainnya sehingga
menjadi modal dasar untuk mengikuti pelajaran yang diselenggarakan oleh
Anregurutta H. Muhammad As’ad di Sengkang yang bersifat komprehensif. Sistem
ini lebih menitikberatkan pemahaman daripada hafalan sehingga sangat membekas
bagi Gurutta dan membuatnya lebih tuntas dalam meraup seluruh ilmu yang
diberikan sang guru.
Suatu ketika, Anregurutta Puang Aji Sade (begitu masyarakat Bugis
menyapanya) menguji secara lisan murid-muridnya, termasuk Gurutta? Ternyata
jawaban beliau dianggap yang paling tepat dan sahih. Maka, sejak itu beliau
diangkat menjadi asisten. Tahun 1935, beliau berangkat ke Tanah Suci untuk
menunaikan ibadah haji dan menetap beberapa bulan di sana untuk memperdalam
ilmu agama, pada seorang Syekh di Mekkah. Ketika suatu saat Gurutta Ambo Dalle
menanyakan tentang hal-hal yang gaib, sang Guru memberikan kitab Khazinatul
Asraril Qubra. “Baca saja kitab itu, semua yang ingin kamu tanyakan dan
pelajari ada di situ,” kata Syekh yang memberikan kitab itu. Dari sana Gurutta
mengenal rahasia kehidupan Waliyullah di zaman dahulu.
Gurutta pun mengamalkan ilmu yang diperoleh dari kitab itu, dan sejak itu
pula beliau dijuluki oleh para santri dengan panggilan Gurutta yang artinya
guru kita. Kelak Gurutta banyak mengalami kejadian gaib yang tidak dialami oleh
orang awam, misalnya berawal dari mimpi membaca kitab dan langsung menghafalnya
saat terbangun dari tidurnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar