Jangan Lupa tanah kelahiran.
Ketahui sejarah Tanah bangkala’e, jangan Lupa sejarah
kelahiran..”!
Tanah Bangkala’E Bone
Sejarah mencatat bahwa Bone merupakan salah satu
kerajaan besar di nusantara pada masa lalu. Kerajaan Bone yang dalam catatan
sejarah didirikan oleh ManurungngE Rimatajang pada tahun 1330, mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan Latenritatta Towappatunru
Daeng Serang
Datu Mario Riwawo Aru Palakka Malampee Gemmekna Petta Torisompae Matinroe ri
Bontoala, pertengahan abad ke-17 (A. Sultan Kasim,2002). Kebesaran kerajaan
Bone tersebut dapat memberi pelajaran dan hikmah yang memadai bagi masyarakat Bone
saat ini dalam rangka menjawab dinamika pembangunan dan perubahan-perubahan
sosial, perubahan ekonomi, pergeseran budaya serta dalam menghadapi
kecenderungan yang bersifat global.
Belajar dan mengambil hikmah dari sejarah kerajaan
Bone pada masa lalu minimal terdapat tiga hal yang bersifat mendasar untuk
diaktualisasikan dan dihidupkan kembali karena memiliki persesuaian dengan
kebutuhan masyarakat Bone dalam upaya menata kehidupan kearah yang lebih baik.
Ketiga hal yang dimaksud adalah :
Pertama, pelajaran dan hikmah dalam bidang politik dan tata pemerintahan. Dalam hubungannya dengan bidang ini, sistem kerajaan Bone pada masa lalu sangat menjunjung tinggi kedaulatan rakyat atau dalam terminology politik modern dikenal dengan istilah demokrasi. Ini dibuktikan dengan penerapan representasi kepentingan rakyat melalui lembaga perwakilan mereka di dalam dewan adat yang disebut “ade pitue”, yaitu tujuh orang pejabat adat yang bertindak sebagai penasehat raja. Segala sesuatu yang terjadi dalam kerajaan dimusyawarahkan oleh ade pitue dan hasil keputusan musyawarah disampaikan kepada raja untuk dilaksanakan.
Ketiga hal yang dimaksud adalah :
Pertama, pelajaran dan hikmah dalam bidang politik dan tata pemerintahan. Dalam hubungannya dengan bidang ini, sistem kerajaan Bone pada masa lalu sangat menjunjung tinggi kedaulatan rakyat atau dalam terminology politik modern dikenal dengan istilah demokrasi. Ini dibuktikan dengan penerapan representasi kepentingan rakyat melalui lembaga perwakilan mereka di dalam dewan adat yang disebut “ade pitue”, yaitu tujuh orang pejabat adat yang bertindak sebagai penasehat raja. Segala sesuatu yang terjadi dalam kerajaan dimusyawarahkan oleh ade pitue dan hasil keputusan musyawarah disampaikan kepada raja untuk dilaksanakan.
Selain itu di dalam penyelanggaraan pemerintahan
sangat mengedepankan azas kemanusiaan dan musyawarah. Prinsip ini berasal dari
pesan Kajaolaliddong seorang cerdik cendikia Bone yang hidup pada tahun
1507-1586 yang pernah disampaikan kepada Raja Bone seperti yang dikemukakan
oleh Wiwiek P . Yoesoep (1982 : 10) bahwa terdapat empat faktor yang
membesarkan kerajaan yaitu:
1.
Seuwani, Temmatinroi matanna Arung MangkauE mitai munrinna gauE (Mata Raja
tak terpejam memikirkan akibat segala perbuatan).
2.
Maduanna, Maccapi Arung MangkauE duppai ada’ (Raja harus pintar menjawab
kata-kata).
3.
Matellunna, Maccapi Arung MangkauE mpinru ada’ (Raja harus pintar membuat
kata-kata atau jawaban).
4.
Maeppa’na, Tettakalupai surona mpawa ada tongeng (Duta tidak lupa
menyampaikan kata-kata yang benar).
Pesan Kajaolaliddong ini antara lain dapat
diinterpretasikan ke dalam pemaknaan yang mendalam bagi seorang raja betapa
pentingnya perasaan, pikiran dan kehendak rakyat dipahami dan disikapi.
Kedua, yang menjadi pelajaran dan hikmah dari sejarah Bone terletak pada pandangan yang meletakkan kerjasama dengan daerah lain, dan pendekatan diplomasi sebagai bagian penting dari usaha membangun negeri agar menjadi lebih baik.
Urgensi terhadap pandangan seperti itu tampak jelas ketika kita menelusuri puncak-puncak kejayaan Bone dimasa lalu.
Kedua, yang menjadi pelajaran dan hikmah dari sejarah Bone terletak pada pandangan yang meletakkan kerjasama dengan daerah lain, dan pendekatan diplomasi sebagai bagian penting dari usaha membangun negeri agar menjadi lebih baik.
Urgensi terhadap pandangan seperti itu tampak jelas ketika kita menelusuri puncak-puncak kejayaan Bone dimasa lalu.
Dan sebagai bentuk monumental dari pandangan ini di
kenal dalam sejarah akan perjanjian dan ikrar bersama kerajaan Bone, Wajo dan
Soppeng yang melahirkan TELLUM POCCOE atau dengan sebutan lain “LaMumpatue Ri
Timurung” yang dimaksudkan sebagai upaya memperkuat posisi kerajaan dalam
menghadapi tantangan dari luar.
Kemudian pelajaran dan hikmah yang ketiga dapat dipetik dari sejarah kerajaan Bone adalah warisan budaya kaya dengan pesan. Pesan kemanusiaan yang mencerminkan kecerdasan manusia Bone pada masa lalu.
Kemudian pelajaran dan hikmah yang ketiga dapat dipetik dari sejarah kerajaan Bone adalah warisan budaya kaya dengan pesan. Pesan kemanusiaan yang mencerminkan kecerdasan manusia Bone pada masa lalu.
Banyak refrensi yang bisa dipetik dari sari pati
ajaran Islam dalam menghadapi kehidupan, dalam menjawab tantangan pembangunan
dan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang semakin cepat. Namun yang
terpenting adalah bahwa semangat religiusitas orang Bone dapat menjawab
perkembangan zaman dengan segala bentuk perubahan dan dinamikanya. Demikian
halnya (kabupaten Bone) potensi yang besar yang dimiliki, yang dapat
dimanfaatkan bagi pembangunan demi kemakmuran rakyat. Potensi itu cukup beragam
seperti dalam bidang pertanian, perkebunan, kelautan, pariwisata dan potensi
lainnya.
Demikian masyarakatnya dengan berbagai latar belakang
pengalaman dan pendidikan dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mendorong
pelaksanaan pembangunan Bone itu sendiri. Walaupun Bone memiliki warisan
sejarah dan budaya yang cukup memadai, potensi sumber daya alam serta dukungan
SDM, namun patut digaris bawahi jika saat ini dan untuk perkembangan ke depan
Bone akan berhadapan dengan berbagai perubahan dan tantangan pembangunan yang
cukup berat. Oleh karena itu diperlukan pemikiran, gagasan dan perencanaan yang
tepat dalam mengorganisir warisan sejarah, kekayaan budaya, dan potensi yang
dimiliki ke dalam suatu pengelolaan pemerintahan dan pembangunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar